Kamis, 24 Juli 2014

Gowes Museum Merapi (edisi puasa)

Tak terasa setahun yang lalu menulis tentang aktivitas gowes di bulan puasa, lihat di sini. Seperti di tahun lalu, kondisi berpuasa tidak menjadikan halangan untuk berolahraga, justru bersepeda menjadikan badan tetap fit untuk menjalani ibadah puasa ini. 

Nampang sejenak

Kali ini (20 Juli 2014) kami, berencana menuju arah Kaliurang setelah seminggu yang lalu gagal karena kondisi hujan dan Jogja sedang dingin-dinginnya. Berangkat dari Pakem jam 16.00 kami mengambil rute paling mudah yaitu lewat jalan Kaliurang. Biasanya di luar bulan puasa kami memilih jalur pedesaan. Gowes di waktu sore hari memang terasa berbeda dari biasanya, udara terasa lebih hangat dan asap kendaraan bermotor lebih terasa. Tetapi bisa terihat aktivitas masyarakat yang berbeda, apalagi di bulan puasa ini banyak penjual makanan musiman yang menjajakan makanan takjil.
Museum Merapi 20 Juli 2014
Setelah sekitar setengah jam perjalanan saat kami memutuskan untuk belok arah menuju Museum Merapi, yang beberapa waktu lalu mengalami renovasi. Ya, benar sesampai di lokasi kami melihat penampilan Museum Merapi yang berbeda, kini tampak lebih muda dan megah dengan warna dinding Abu-abu gelap seperti batu kali(foto di atas).  Saat itu kondisi museum sudah tutup, namun masih ada penjaganya jadi kami bisa masuk sampai halaman museum untuk sekedar mengabadikan dalam foto.
Museum Merapi 13 Oktober 2013
Museum Merapi adalah salah satu obyek wisata edukatif di Yogyakarta yang terletak di jalan Kaliurang km 22, tepatnya di dusun Banteng, Hargobinangun, Pakem, Sleman. Museum Gunung api ini dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan, sumber informasi kegunungapian dan kebencanaan geologi lainnya yang bersifat rekreatif-edukatif untuk masyarakat luas dengan tujuan untuk memberikan wawasan dan pemahaman tentang aspek ilmiah, maupun sosial budaya yang berkaitan dengan gunung api dan sumber kebencanaan geologi lainnya. Museum ini diresmikan pada 1 Oktober 2009. sumber.

Setelah istirahat dan berfoto sejenak, tibalah saatnya untuk perjalanan pulang sambil menunggu saat berbuka puasa. Gowes kali ini memang tidak jauh jaraknya, tapi sudah cukup membuat badan kembali segar. Mari jadikan olah raga bersepeda ini sebagai sarana untuk memperlancar ibadah puasa. Semoga puasa tahun ini lebih baik dari tahun-tahun yang lalu. Amin.

Rabu, 11 Juni 2014

Cozmic DX 2.0 (review)


Tiga bulan lamanya Si Merah Cozmic DX 2.0 menemani aktivitas gowes Minggu pagi. Pada awalnya memang perlu penyesuaian setelan RD dan FD yang mulai kacau, wajar karena memang sepeda ini dibeli dalam kondisi bekas. Postur tubuh yang tergolong irit (164cm) juga membutuhkan penyesuaian terhadap ukuran sepeda yang sedikit over(17 inch) bagi saya. Namun setelah semuanya klop, baru terasa enaknya gowes dengan si Merah. Bahkan sepeda terdahulu, si Hitam Thrill Agent menjadi jarang dipakai dan rela diparkir di rumah.

Entah mengapa ada perasaan mantap saat melibas jalanan semi-offroad dengan sepeda ini. Pipa rangka yang berukuran relatif besar dan meng'kotak' memberikan rasa kokoh saat dikendarai. Handlebar dan stem standar terasa pas menopang tangan. Spesifikasi lengkap si Merah dapat dilihat di sini
Fork XCR dengan speed lock terasa empuk saat melintasi trek non-aspal. Namun rebound terasa terlalu cepat ketika ber-offroad ria di jalanan yang menurun, sehingga getaran di tangan lebih terasa. Mungkin akan lebih mantab memakai fork yang dilengkapi dengan setelan rebound. 

Beralih ke groupset, RD shimano Acera bawaan memang berbeda ,berkesan agak ringkih. Tapi untuk sekedar offroad ringan sudah cukup. Memang tidak bisa dibandingkan dengan seri-seri Deore ke atas.
Ban Kenda K-905 cukup ringan dipakai mengaspal, dan tidak terlalu licin untuk jalan tanah padat, namun sedikit licin untuk memanjat di jalan yang berumput. Rem cakram mekanis Tektro Aquila sudah cukup untuk keperluan beroffroad ringan.

Satu hal yang cukup menarik perhatian adalah warna. Merah doff dipadu dengan putih cukup mencolok saat gowes atau saat disandingkan dengan sepeda yang lain, terlihat ngejreng saat difoto. Secara keseluruhan Cozmic DX 2.0 ini sudah sangat cukup untuk menemani para goweser melibas jalan aspal maupun offroad ringan. Bagi yang mau lebih serius tinggal upgrade groupset dan fork yang lebih bagus sudah cukup layak. Penilaian pribadi point 7 dari 10 maksimal.

Sabtu, 15 Maret 2014

Obat Kuat!

Tempat-tempat menarik sering saya temui selama perjalanan gowes, tempat yang tidak pernah saya jumpai saat melakukan perjalanan dengan kendaraan bermotor. Tebing dan bukit yang menghijau , gemericik air sungai yang sejuk menyegarkan sampai pesona gunung Merapi yang menjulang dengan gagahnya. Semua itu semakin menambah semangat dalam menggowes sepeda, mengobati rasa lelah dan lutut yang kadang serasa sudah mau menyerah. Badan sehat pikiranpun jadi segar. Berikut ini beberapa tempat menarik yang berhasil saya abadikan. 


Bibir jurang Kali Kuning, dengan sisa-sisa pohon pinus
yang tinggal batangnya akibat erupsi Merapi 2010.
Saat langit cerah akan tampak Gunung Merapi dengan kawahnya
 yang terbuka ke arah tenggara.

Hamparan  ilalang serasa berada di padang rumput, Cangkringan.

Merapi, tampak mempesona. dilihat dari pinggir Kali Kuning.

Gemericik air pegunungan yang jernih, di aliran Kali Kuning

Gunung Merapi di pagi hari, dilihat dari Kali Gendol

Bunker/ bangker Kaliadem. tempat perlindungan darurat
dari terjangan awan panas Merapi, saat ini dalam kondisi rusak
akibat erupsi tahun 2006.

Penjual bunga kering di depan bunker Kaliadem, Cangkringan.
Dari tempat ini bisa langsung menuju petilasan rumah Mbah Maridjan
dengan jalur yang lumayan menantang.

Lembah Kali Boyong, berada di antara Turgo dan Kaliurang.
Tampak Gunung Merapi yang puncaknya tertutup awan.

Salah satu spot sebelum masuk Dusun Turgo, Pakem

Hutan alami di bukit Turgo, masih bisa ditemui berbagai
anggrek liar dan juga bermacam burung termasuk ayam hutan.
Benar-benar seperti obat kuat plus bonus vitamin yang menyegarkan tubuh dan pikiran.
Semoga berguna,, Ayo bersepeda!!

Selasa, 11 Maret 2014

Keluarga Baru, Si Merah Cozmic DX



Polygon Cozmic DX 2.0
Cozmic DX 2.0, sepeda MTB keluaran salah satu pabrikan kebanggaan Indonesia, Polygon, ini adalah salah satu sepeda yang menjadi pilihan ketika akhirnya saya meminang Thrill Agent TR3 tahun lalu, seperti dalam post sepedaku. Dalam pandangan pribadi, sepeda ini terlihat gagah dengan rangkanya yang terkesan kokoh. Walaupun groupsetnya masih di bawah Thrill Agent TR3 yang menggunakan full Shimano Alivio, sedangkan  Cozmic DX 2.0 masih memakai Acera. inilah salah satu alasan hingga pilihan jatuh pada TR3.

Thrill Agent TR3 mendapat teman
Selama 9 bulan bersama si Hitam Thrill Agent TR3, tidak ada masalah berarti terkait segi teknis sepeda. Hanya kesan pribadi yang timbul adalah sepeda terasa "kecil", mungkin dikarenakan profil pipa rangka yang bersudut-sudut dan warnanya yang hitam saja yang membuat kesan "kecil" ini muncul. Sepeda hitam yang satu ini sudah mendapatkan sentuhan up grade ringan berupa penggantian Rear Derailleur(RD) ke Shimano Deore dan penggantian handle bar/ setang keluaran United demi handling yang lebih nyaman.

CLBK
Suatu hari saat melihat salah satu situs jual-beli online yaitu tokobagus, ada yang menawarkan Cozmic DX 2.0 seri 2012 berwarna merah, bekas tapi masih mulus, seketika mata langsung menjadi "ijo" seperti cinta lama yang bersemi kembali, hehe. Beberapa hari lamanya menahan untuk tidak merespon, akhirnya tak tahan juga. Ketika membuka situs tersebut dan barang masih ada, akhirnya sms-pun terkirim ke si penjual dan janjian ketemu di rumahnya di daerah Bantul dan terjadilah deal. Kondisi sepeda masih lumayan mulus hanya sedikit lecet di beberapa bagian. Sepeda diambil 2 hari kemudian. Dan kini si Thrill mendapatkan teman baru si DX2, si Hitam bertemu si Merah. 

DX2 siap diajak blusukan...
Sekilas impresi fisik yang terlihat adalah pipa rangka terutama top tube dan down tube lebih besar dari TR3, handlebar standar terasa nyaman. Ban bawaannya lebih condong ke tipe street atau dirt jump perlu dicoba untuk lintasan off-road ringan, semoga tidak licin. Saatnya menguji ketangguhan keluarga baru ini. Setelah memastikan setelan RD, FD, rem dan tekanan angin si Merah ready untuk ditest. Impresi dan review akan menyusul... Ayo bersepeda!!.

Sabtu, 28 September 2013

SEPEDAKU...




Kali ini saya akan memperkenalkan sepeda yang saya gunakan untuk aktivitas gowes. Diawali saat saya masih bekerja di ibu kota (Jakarta) tahun 2008 yang lalu, hampir tidak ada kegiatan olah raga yang bisa dilakukan selain jogging, itu pun hanya di hari Minggu pagi. akhirnya terfikir untuk membeli sepeda agar bisa saya gunakan untuk sekedar mencari keringat keliling komplek di sore hari sehabis kerja. Yah mempunyai sepeda sendiri merupakan keinginan terpendam sejak dari sekolah di SD.

Event Pekan Raya Jakarta(PRJ) tahun 2008, saya mampir di stand penjualan sepeda, waktu itu ada tiga stand yaitu Polygon, United dan Wimcycle. Tapi yang menarik perhatian saya waktu itu adalah stand Polygon dan United. Dengan berbagai pertimbangan dan saran dari teman akhirnya sebuah Polygon Premier warna hitam-abu abu resmi menjadi milik saya. Dan sesuai rencana awal menjadi sarana olah raga ringan bagi saya.

Polygon Premier
Setelah saya kembali ke Yogyakarta, si Premier jarang saya pakai karena memang jarang bersepeda lagi, Baru di pertengahan tahun 2010 mulai aktif bersepeda bersama beberapa teman. Si Premier sudah saya ajak gowes dari jalanan aspal sampai medan offroad ringan, sempat juga saya ajak naik perbukitan.

Impresi yang saya rasakan selama menggunakan si Premier adalah lumayan ringan bobotnya dan awet cat-nya. Pengereman yang masih menggunakan v-brake ternyata agak lemah ketika diajak basah-basahan, terbukti saat saya gowes di perbukitan sekitar Turgo. Waktu itu hujan cukup deras sehingga medan menjadi basah. Pasir dan air menggerus kanvas rem sampai habis sehingga sepeda tidak mungkin saya naiki lagi. Selebihnya oke-oke saja, apalagi kalau diajak onroad. Saya sempat mengganti spare part berupa bottom bracket(BB), kanvas rem, dan pedal.
Thrill Agent TR 3
Setelah 5 tahun, tepatnya akhir Mei 2013, akhirnya saya meminang sepeda ke-2. Masih produk dalam negeri dari Wimcycle, yaitu Thrill Agent TR3. Sebuah sepeda kelas value menurut saya, karena setelah bertanya kesana-kemari dan baca referensi dengan harga segitu dapat sepeda dengan spesifikasi yang lumayan bagus di kelasnya. 

Impresi yang saya rasakan memang agak berbeda dengan Premier saya yang dulu. Secara tampilan, dengan profil rangka yang tidak bulat memang terlihat lebih gagah. Dengan kombinasi gir belakang berjumlah 9 dan depan 3 (total 27 speed), menjadikannya lebih ringan saat dipakai di tanjakan, namun ban bawaan agak berat ketika dipakai di jalan aspal.  Secara bobot keseluruhan hampir sama dengan si Premier.  

Itulah sedikit review dari dua buah sepeda produk dalam negeri yang sudah saya pakai. Dengan harga yang relatif terjangkau, namun sudah bisa menemani dan membawa kebahagian tersendiri bagi saya, plus dapat bonus badan menjadi lebih sehat. Akhirnya yang terpenting bukan sepeda yang digunakan, tetapi melakukan aktivitas bersepeda yang dilakukan.


Minggu, 11 Agustus 2013

Gowes Edisi Lebaran

Armada
Setelah sebulan hanya gowes ringan sambil ngabuburit di bulan puasa, saatnya mulai lagi merasakan tanjakan yang lebih menantang. Sehari setelah Lebaran atau lebaran hari ke-3, bertiga, kami melakukan perjalanan menuju dusun Kinahrejo, ke petilasan alm Mbah Maridjan.
Masuk jalur pedesaan
Berangkat agak kesiangan (06.30) disambut langit yang mendung , kami tetap bersemangat melakukan perjalanan. Mengambil rute jalan aspal mulus sekitar 1 km, langsung belok lewat jalur pedesaan mengingat jalanan masih terlalu ramai oleh mobil ber-plat luar kota milik para pemudik. Di pedesaan yang kami lalui suasana lebaran masih sangat terasa, karena ini memang masih hari ke-3 lebaran, mungkin kami yang kurang kerjaan saja, gowes disaat orang-orang masih sibuk bersilaturahmi ke rumah tetangga dan saudara.

hosss...

Setelah sekitar 30 menit, kami sampai di wilayah kecamatan Cangkringan ke arah Merapi Golf. Sebelum sampai Lapangan golf itu kami masuk lagi ke jalur kampung sambil mencari jalur alternatif. Dan ternyata tembus ke Bumi Perkemahan Sinolewah. Belok ke kanan sedikit, kami lalu mengikuti jalan setapak yang dulu pernah dicoba. Sampailah di pinggir aliran sungai Opak dan kami beristirahat di pinggir sebuah kolam penampungan air. Cukup kontras melihat air yang melimpah ditengah tanah terbuka yang lumayan kering ini.

Istirahat sebentar, memperpanjang nafas

narsis dulu...
Perjalanan dilanjutkan, tapi hampir tidak ada lagi jalan yang datar, yang ada hanya tanjakan. Sambil ngos-ngosan, akhirnya kami sampai di tempat parkir kawasan dusun Kinahrejo yang telah ramai dipadati oleh wisatawan dari luar kota. Di tempat ini memang menyediakan wisata lava tour dengan naik kendaraan Jeep maupun sepeda motor trail dengan tarif sewa yang beragam tergantung rute yang dilalui.


jalan menuju rumah Alm Mbah Maridjan
Lanjut lagi, memasuki gerbang dusun Kinahrejo, lansung disambut jalan aspal mulus nan kejam, full nanjak. Tapi karena sudah diniatkan, walau rasanya kaki sudah mulai gemetar plus nuntun sepeda, akhirnya sampai juga di tujuan. Yang agak disayangkan adalah gunung Merapi tidak juga menampakkan dirinya karena tertutup kabut. Di Perjalanan pulang, sempat mampir ke petilasan rumah Alm. Mbah Maridjan sebentar untuk melihat-lihat keadaan. Rasanya puas untuk gowes perdana setelah lebaran kali ini.  

sampai tujuan



Pulang...

Rabu, 10 Juli 2013

Bulan Puasa Tiba, Gowes Jalan Terus

Bulan Ramadhan 1434H telah tiba, bulan yang tentunya sudah ditunggu-tunggu oleh semua umat muslim di dunia, termasuk di Indonesia. Perubahan jam tidur dan jam makan, tentu saja mempengaruhi kondisi tubuh kita yang sedang berpuasa. Biasanya badan cepat lemas karena cairan tubuh yang terus berkurang dan baru digantikan pada waktu buka puasa. Tapi apakah juga harus berhenti berolahraga? atau bagi para Goweser berhenti bersepeda?

tetap gowes, tapi jangan berlebihan, biar gak tepar di jalan..
Rasanya berat untuk menghentikan aktivitas yang telah rutin dijalani ini. Badan-pun akan menjadi pegal-pegal dan lesu karena kurang gerak. 

Bagi yang biasa gowes pagi, salah satu caranya, ya kita ubah jadwal gowesnya jadi sore hari saja. Sambil nunggu waktu berbuka puasa. Perlu dipikirkan pula rute yang akan dilalui, jangan sampai terlalu berat hingga sangat menguras energi. Untuk jaga-jaga kalau kemalaman di jalan dan jauh dari warung, bawa saja minuman dan permen untuk sekedar membatalkan puasa kita.

Jadi Ibadah tetap ditunaikan, Gowes jalan terus..